Bingung Bedakan? Ini Beda Gejala TBC dan Asma yang Perlu Diketahui

Asthma symptoms with coughing cartoon person. Asthmatic problems vector infographic. Illustration of medical disease, shortness breathing, cough and wheezing

Penyakit Tuberkulosis (TBC) dan asma seringkali menunjukkan gejala yang mirip, seperti batuk dan sesak napas, sehingga membingungkan masyarakat. Penting untuk memahami perbedaan gejala keduanya agar penanganan yang tepat dapat segera dilakukan.

TBC disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis dan menyerang paru-paru, sementara asma adalah penyakit pernapasan kronis yang menyebabkan peradangan dan penyempitan saluran napas. Memahami perbedaan ini krusial untuk diagnosis dan pengobatan yang efektif.

Kronologi Utama

Pada awal 2023, Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) gencar melakukan sosialisasi mengenai deteksi dini TBC di berbagai daerah, khususnya pada kelompok rentan seperti anak-anak dan lansia. Upaya ini dilakukan untuk menekan angka kasus TBC yang masih tinggi di Indonesia. Sementara itu, pada pertengahan 2024, beberapa rumah sakit mencatat peningkatan pasien asma akibat polusi udara yang memburuk.

Menurut data dari Sistem Informasi Tuberkulosis Nasional (SITB), Indonesia menempati urutan kedua sebagai negara dengan beban TBC tertinggi di dunia pada tahun 2023. Di sisi lain, survei nasional menunjukkan prevalensi asma pada anak-anak usia 5-15 tahun mengalami fluktuasi dalam dua tahun terakhir.

Kutipan Narasumber

Perbedaan mendasar terletak pada penyebabnya. TBC disebabkan bakteri, sedangkan asma adalah reaksi alergi atau iritasi pada saluran napas,” jelas dr. Erlina Burhan, Sp.P(K), Dokter Spesialis Paru Konsultan dari RSUP Persahabatan. Ia menambahkan bahwa gejala TBC umumnya meliputi batuk berdahak lebih dari dua minggu, demam ringan, keringat malam, dan penurunan berat badan, sedangkan asma ditandai dengan mengi (napas berbunyi), sesak napas yang memburuk saat malam atau dini hari, serta batuk yang dipicu oleh alergen atau aktivitas fisik.

Masyarakat perlu lebih waspada terhadap gejala TBC, terutama jika memiliki riwayat kontak dengan penderita TBC atau tinggal di lingkungan padat penduduk,” ujar Siti Nadia Tarmizi, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI. Ia menekankan pentingnya memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan jika mengalami gejala yang mencurigakan.

Data dan Analisis

Data Kemenkes RI menunjukkan, angka notifikasi kasus TBC pada tahun 2023 mencapai 724.000 kasus, meningkat dibandingkan tahun 2022 yang mencatat 568.000 kasus. Sementara itu, laporan dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) mencatat peningkatan kunjungan pasien asma di poliklinik paru sebesar 15% pada kuartal kedua tahun 2024 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, diduga akibat peningkatan polusi udara.

Berdasarkan data dari Global Asthma Report 2022, prevalensi asma di Indonesia pada kelompok usia 18-45 tahun adalah sekitar 4,5%. Angka ini relatif stabil dalam lima tahun terakhir. Namun, kualitas udara yang buruk di beberapa kota besar berpotensi meningkatkan angka kejadian asma dan memperburuk kondisi pasien yang sudah terdiagnosis.

Analisis dari Lembaga Demografi Universitas Indonesia (LDUI) menunjukkan bahwa keterlambatan diagnosis TBC masih menjadi masalah utama dalam pengendalian penyakit ini. Masyarakat seringkali mengabaikan gejala awal atau salah mengira sebagai penyakit pernapasan biasa. Hal ini menyebabkan penularan yang lebih luas dan pengobatan yang lebih sulit.

Latar Belakang & Konteks

Isu TBC dan asma menjadi perhatian serius di Indonesia. Program penanggulangan TBC telah berjalan selama beberapa dekade, namun tantangan seperti resistensi obat dan stigma masih menjadi kendala. Sementara itu, peningkatan polusi udara akibat industrialisasi dan urbanisasi menjadi faktor risiko utama peningkatan kasus asma.

Kemenkes RI telah meluncurkan berbagai program untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang TBC, termasuk kampanye deteksi dini dan pengobatan gratis. Di sisi lain, pemerintah juga berupaya mengatasi masalah polusi udara melalui kebijakan pengendalian emisi dan promosi transportasi ramah lingkungan.

Faktor penyebab utama tingginya kasus TBC di Indonesia antara lain kepadatan penduduk, sanitasi yang buruk, dan akses terbatas ke layanan kesehatan. Sementara itu, asma dipicu oleh berbagai faktor seperti alergen (debu, serbuk sari, bulu binatang), iritan (asap rokok, polusi udara), infeksi saluran pernapasan, dan aktivitas fisik.

Penutup

Deteksi dini dan pengobatan yang tepat merupakan kunci untuk menanggulangi TBC dan asma. Masyarakat diharapkan lebih waspada terhadap gejala kedua penyakit ini dan segera memeriksakan diri ke dokter jika mengalami gejala yang mencurigakan.

Diharapkan, pemerintah dan pihak terkait terus meningkatkan upaya pengendalian TBC dan asma melalui program pencegahan, deteksi dini, pengobatan yang efektif, dan perbaikan kualitas udara. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang perbedaan gejala TBC dan asma, diharapkan masyarakat dapat mengambil langkah-langkah pencegahan yang tepat dan mendapatkan penanganan medis yang optimal.

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*