Film InternasionalReview

Review The Long Walk (2025): Jalan Santai Menuju Neraka, Distopia Sadis ala Stephen King

eigami.com – Buat yang ngikutin karya-karya Stephen King, pasti udah nggak asing sama judul The Long Walk. Novel ini ditulis tahun 1979, bahkan sebelum Carrie ngetop. Nah, akhirnya setelah puluhan tahun ngendon, kisah ini dibawa ke layar lebar sama Francis Lawrence, sutradara yang sukses nanganin I Am Legend dan seri The Hunger Games.

Filmnya dibintangi Cooper Hoffman, David Jonsson, Garrett Wareing, Ben Wang, Judy Greer, sampai legendanya sendiri, Mark Hamill. Jadi udah kebayang kan? Adaptasi novel klasik + sutradara kawakan + cast mentereng = ekspektasi penonton langsung tinggi. Tapi, apakah hasilnya sepadan?

Jalan-Jalan Biasa? Nope, Ini Jalan Menuju Kematian

Setting film ada di Amerika versi distopia, pasca perang, di bawah rezim militer bengis yang dipimpin The Major (Hamill). Supaya rakyat nggak makin chaos, pemerintah bikin lomba gila: The Long Walk.

images: tmdb

Aturannya simpel tapi sadis: 50 peserta cowok dipaksa jalan terus tanpa henti. Siapa berhenti, langsung ditembak. Yang bertahan terakhir, dialah pemenang. Hadiahnya? Duit gede dan keinginan apapun bisa dikabulin. Kedengeran manis, tapi ya jelas ini trik kotor pemerintah.

Baca Juga: Film SORE: Istri dari Masa Depan Terpilih Wakili Indonesia di Oscars 2026

Tokoh utamanya, Raymond Garraty (Hoffman) dan Peter McVries (Jonsson), jadi fokus cerita. Bukan cuma soal kaki yang pegel dan badan rontok, tapi juga soal mental dan hubungan emosional antar peserta. Mereka ngobrol sepanjang jalan, dan lewat obrolan itu, kita bisa ngeliat sisi kemanusiaan yang bikin film ini jadi lebih dari sekadar survival game.

Distopia, Tapi Nggak Pake Ledakan

Kalau kalian bayangin filmnya bakal kayak The Hunger Games yang penuh action, siap-siap kecewa. The Long Walk beda jalur. Intensitasnya datang bukan dari adegan perang-perangan atau ledakan, tapi dari dialog, chemistry karakter, dan tensi psikologis.

images: tmdb

Dan justru itu yang bikin film ini menarik. Penonton dibuat ikut capek, ikut tegang, ikut hopeless bareng para peserta. Setiap langkah berasa kayak countdown ke kematian. Kalau udah ada yang tumbang, siap-siap aja lihat adegan sadis ala Francis Lawrence. nggak eksplisit banget, tapi cukup bikin mual.

Visual & Akting yang Nancep

Secara visual, film ini kelihatan kelam, suram, tapi tetep cantik. Kerja sama Francis Lawrence dengan Jo Willems (sinematografer) bikin adegan “jalan kaki tanpa henti” nggak jadi monoton. Variasi setting, framing kamera, sampai tone warnanya bikin film tetap punya vibe yang fresh.

images: tmdb

Soal akting, Cooper Hoffman dan David Jonsson sukses bikin kita peduli sama nasib mereka. Chemistry mereka dapet banget, bikin setiap obrolan terasa natural. Sedangkan Mark Hamill? Bro, suaranya aja udah cukup buat bikin bulu kuduk merinding. Aura diktatornya kuat banget, kayak bapak-bapak baik yang ternyata psikopat.

Pesan Terselubung di Balik Jalan Kematian

Di balik premis brutalnya, film ini jelas nyodorin kritik sosial. Tentang pemerintah otoriter, tentang gimana manusia dipaksa kehilangan kebebasan, sampai soal makna hidup yang sebenernya. Kadang bikin mikir, “Apa hidup cuma soal jalan tanpa arah sampe kita tumbang?”

images: tmdb

Makanya, meski filmnya kelam, tetap ada momen reflektif yang bikin kalian mikir panjang. Bahkan beberapa adegan percakapan berasa kayak tamparan halus buat kondisi dunia sekarang.

Plus & Minus

Yang gue suka:

  • Dialognya kuat banget, bikin karakter terasa hidup.

  • Visual gloomy tapi nggak monoton.

  • Akting solid, terutama Hoffman, Jonsson, dan Hamill.

Baca Juga: Film Siccin 8, Horor Terbaru Turki yang Siap Bikin Tidur Nggak Nyenyak

Yang bikin agak zonk:

  • Temponya lambat, bikin beberapa penonton bisa ngantuk.

  • Minim aksi spektakuler, jadi jangan expect ledakan atau pertarungan ala blockbuster.

The Long Walk bukan tontonan buat semua orang. Kalau kalian cari hiburan ringan, ini bisa jadi terlalu depresif. Tapi kalau kalian suka film distopia dengan pesan dalem dan nuansa psikologis yang bikin mikir, film ini worth banget.

Film ini ibarat “jalan santai dari neraka”: kelihatan simpel, tapi tiap langkahnya bisa bikin merinding.

Trailer

Related Posts

Leave A Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *